TBC adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Basil Mycobacterium
Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. Penularannya melalui
udara apabila orang yang menderita TBC dalam paru-paru atau tenggorokan batuk,
bersin atau berbicara sehingga kuman/basil dilepaskan ke udara. Kuman/basil
dapat bertahan beberapa jam dalam suhu kamar/lingkungan rumah, maka jika ada
orang disekitar penderita maka kuman/basil akan mudah menular ke semua
orang disekitarnya/yang kontak dengan penderita. Kebanyakan orang
mendapat/tertular kuman TBC adalah orang yang sering berada di dekat penderita,
seperti anggota keluarga, teman atau rekan kerja. Karena orang yang terdekat
dan paling sering kontak/berkomunikasi dengan penderita adalah keluarganya,
maka orang mengetahui dan menduga penyakit TBC adalah penyakit keturunan dan
sulit untuk disembuhkan. Sehingga perlu adanya pemahaman dan tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh penderita dan keluarga untuk mencegah penularan/penyebaran
penyakit.
Meskipun penderita
tinggal di lingkungan yang kurang sehat dan kondisi sosial ekonomi yang kurang
mendukung diharapkan penderita dan orang-orang yang ada disekitarnya/keluarga
melaksanakan perilaku hidup sehat/tindakan-tindakan pencegahan dengan benar
sesuai anjuran/arahan petugas puskesmas dalam upaya menekan semakin
meningkatnya angka kesakitan dan kematian yang disebabkan TBC Paru di
masyarakat. Misalnya dengan cara penemuan kasus secara dini dengan mengenal
tanda dan gejala TBC, minum obat secara teratur, menutup mulut waktu
bersin/batuk, tidak meludah disembarang tempat, menjemur tempat tidur
penderita, meningkatkan ventilasi dan pencahayaan rumah penderita (membuka
pintu dan jendela terutama saat pagi, pemasangan genteng kaca karena kuman TBC
akan mati jika terpapar sinar matahari/sinar ultra violet) dan memisahkan
alat-alat yang telah digunakan penderita karena kemungkinan sudah terkena basil
TBC yang dapat menular pada orang lain serta menerapkan pola hidup sehat dalam
masyarakat dengan mengkonsumsi makanan bergizi.
Riskesda (2008:105)
prevalensi TB paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya usia dan prevalensi
tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TB Paru 20% lebih tinggi
pada laki-laki dibanding perempuan dan tiga kali lebih di pedesaan dibandingkan
perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan di
pendidikan tinggi. Dalam Gerdunas-TBC, (2002c: 3) Penularan TBC akan lebih
mudah terjadi jika terdapat dalam situasi hunian padat (overcrowding) , sosial
ekonomi yang tidak menguntungkan (social deprivation), lingkungan
pekerjaan dan perilaku hidup tidak sehat dalam masyarakat. Depkes RI, (2008:
5). Yang beresiko tertular TBC Paru diantaranya orang-orang yang kontak fisik
secara dekat dengan penderita, orang-orang tua, anak-anak, orang-orang bertaraf
hidup rendah dan memiliki akses rendah terhadap fasilitas kesehatan serta
orang-orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan tubuhnya.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk atau
HIV/AIDS. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia dianggap cukup tinggi dan
bervariasi ( Annual Risk of Tuberculosis Infection =ARTI ) antara
1-3% dan 50 persennya dengan BTA positif.
Adanya kontak dengan
BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya karena berdasarkan
penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya (Depkes IDAI, 2008:
12). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit melalui
batuk, bersin dan percakapan, juga peralatan yang terkontaminasi kuman TBC.
Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan.
Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat, adalah
orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung. Bakteri ini
sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam. Matinya juga
sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan bagi obat-obatan yang ada untuk
membunuh seluruh bakteri. Dengan pengobatan TBC yang lama dan perlu
adanya ketelatenan dari penderita untuk tetap teratur mengkonsumsi obat yang
diberikan (Obat Anti Tuberkulosis/OAT). Kuman TBC hanya dapat dibasmi dengan
obat-obatan (program DOTS yang memerlukan Pengawas Minum Obat/PMO untuk
mengawasi/mengingatkan penderita minum obat) yang disertai makan makanan
bergizi serta pola hidup sehat. Sehingga selama terapi perlu adanya pemahaman
bahwa masih ada kemungkinan terjadi penularan pada orang disekitarnya/khususnya
keluarga jika tidak dilakukan tindakan pencegahan penularannya baik oleh
penderita maupun orang disekitarnya khususnya keluarga untuk mendukung
terlaksananya program terapi. Depkes (2008: 3) Sekitar 75% Pasien TB adalah
kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan
seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan.
Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya
sekitar 20-30%. Jika dia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatan
sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak
buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Depkes
(2008: v) Kerugian yang diakibatkan sangat besar, bukan hanya aspek kesehatan
semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB
merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan
rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB berarti pula perang
terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan dan kelemahan akibat TB.
0 komentar:
Posting Komentar