Kita sering abai
dengan ancaman tekanan darah tinggi. Padahal, hipertensi adalah pintu gerbang
ke aneka penyakit mematikan, Riset terbaru obat hipertensi, pengendalian
tekanan darah tinggi dilakukan sejak dari hulu.
Jantung kita
berdetak sekitar 100 ribu kali sehari. Dalam setiap detak itu, jantung memompa
darah ke seluruh pembuluh darah, termasuk juga pembuluh kapiler. Kekuatan darah
saat dipompa menimbulkan tekanan pada dinding di dalam pembuluh darah. Pembuluh
darah juga punya resistensi terhadap aliran darah. Kedua hal itu menciptakan
tekanan darah.
"Tekanan darah
adalah curah jantung dikalikan tahanan perifer pembuluh darah total. Itulah
yang menjadikan tekanan darah. Jika pembuluh darah melebar, tekanan tentu akan
turun. Sebaliknya, jika pembuluh menyempit, tekanan jadi meninggi," kata Prof.
Budi Setianto, Sp.JP, pakar hipertensi dari RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita, Jakarta.
Ada dua macam
tekanan darah, yaitu sistolik dan diastolik. Sistolik adalah kondisi bilik
jantung saat berkontraksi yang mengirim darah keluar. Diastolik adalah periode
waktu ketika jantung rileks setelah kontraksi.
Panduan medis
menyatakan bahwa tekanan darah sistolik normal pada orang dewasa kurang dari
120 mmHg, sedangkan tekanan diastolik tak boleh lebih dari 80 mmHg. Jika
tekanan darah tinggi itu lebih dari 140/90 mmHg, Anda disebut menderita tekanan
darah tinggi atau hipertensi.
Tanpa Gejala
Jika terlalu besar,
tekanan akan merusak pembuluh darah dan membatasi aliran darah menuju
organ-organ penting dalam tubuh. Bisa-bisa organ tubuh tidak mendapat pasokan
darah. Bila berlangsung di organ jantung, terjadilah serangan jantung. Bila
terjadi di otak, timbullah serangan stroke. Kemungkinan lain adalah kerusakan
mata, ginjal, dan masalah kesehatan serius lain.
Tekanan darah yang
tinggi ini kerap tak dirasakan oleh pemiliknya. Perilaku yang cenderung mudah
marah dan kepala pusing, menurut Prof. Budi, bukanlah gejala hipertensi.
Tekanan darah tinggi itu harus diperiksa dengan alat tensi, bukan sekadar
dirasakan.
"Jika usia Anda
sudah di atas 30 tahun, setiap ke dokter sebaiknya periksa juga tekanan darah.
Tujuannya untuk mewaspadai tekanan darah tinggi karena tidak ada tanda dan
gejala yang dirasakan," paparnya.
Karena tak ada tanda
dan gejala, hipertensi kerap dijuluki sebagai the silent disease alias penyakit
yang datang diam-diam. Anda juga harus waspada sebab menurut perkiraan The
Lancet, jurnal kedokteran bergengsi tingkat dunia, seperempat penduduk dunia
dewasa menderita penyakit tekanan darah tinggi. Artinya, satu dari empat orang
dewasa menderita hipertensi.
Jika sudah telanjur
hipertensi, tekanan darah harus diusahakan untuk turun. Penurunan tekanan darah
5-6 mmHg bermakna mengurangi risiko stroke hingga 40 persen dan serangan
jantung 15 hingga 20 persen.
Angka ideal untuk
bebas dari hipertensi adalah 120/80 mmHg. "Jika tekanan darah di kisaran
120/80 hingga 139/89, artinya Anda sudah berada di tahap prahipertensi. Di
kisaran 140/90 sampai 159/99 artinya Anda berada di tahap 1 hipertensi. Di atas
angka tersebut, Anda sudah berada di tahap 2. Tahap prahipertensi hanya
membutuhkan perubahan gaya hidup. Tahap satu dan dua butuh obat-obatan
antihipertensi dan perubahan gaya hidup," kata Prof. Budi.
Gaya hidup yang
sayang tekanan darah adalah mengurangi berat badan, diet gizi seimbang,
olahraga teratur, mengurangi konsumsi garam. Jumlah garam yang berlebih dalam
aliran darah menyebabkan tubuh menarik lebih banyak air dalam darah. Hal ini
yang menyebabkan tekanan pada dinding pembuluh darah jadi naik. Akibatnya,
jantung bekerja lebih keras.
Hadang di Hulu
Karena peningkatan
air dalam darah itu, tahun 1950-an obat-obatan hipertensi dirancang bersifat
diuretik atau membuang kelebihan cairan lewat buang air kecil. "Volume air
yang menurun akan menyebabkan tekanan darah jadi turun," sebut Dr.
Hellyana dari PT Novartis Indonesia.
Perkembangan riset
obat hipertensi di dekade 60-an adalah alfa dan betabloker. Inovasi ini bermanfaat
melebarkan pembuluh darah, sehingga tekanan darah dan denyut jantung menurun.
Di tahun 70-an
dikembangkan obat hipertensi CCB (calcium channel blocker). "Kemudian di
tahun 80-an dikembangkan obat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitor.
Sayangnya, obat ini sering bikin batuk untuk orang-orang tertentu. Dilanjutkan
di tahun 90-an dikembangkan obat ARB (Angiotensin Receptor Blocker),"
tutur Prof. Budi.
Obat-obatan ACE
inhibitor dan ARB aktif menurunkan tekanan darah dengan memblokade angiotensin
II. Angiotensin II adalah protein yang dapat memengaruhi volume darah dan
kontraksi pembuluh darah dalam sistem renin, sistem pengatur tekanan darah
dalam tubuh.
Renin adalah enzim
yang dibuat oleh sel-sel khusus yang terdapat pada ginjal. Renin bekerja
bersama aldosteron, hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenalin dan beberapa
zat untuk membantu menyeimbangkan kadar sodium dan potasium dalam darah serta
kadar cairan dalam tubuh. Hasil akhir kerja enzim itu memengaruhi tekanan
darah.
Penelitian terbaru
obat-obatan antihipertensi adalah mengintervensi langsung ke pusat sistem
renin. "Ini berarti mengobati hipertensi dari hulu dengan secara langsung
menghambat titik aktivasi sistem pengatur tekanan darah. Obat ini disebut
Direct Renin Inhibitors," kata Prof. Budi.
[sumber: dari
berbagai sumber]
0 komentar:
Posting Komentar